Langsung ke konten utama

Memaknai Ulang Framework Bisnis

  Selesai acara Gadaipreuner Lombok 2024 kemarin, saya sambil nyetirin Mas J sempat ngungkapin;  "Saya yang ngikutin Mas J dari 2019 pun, baru benar-benar memahami pentingnya mengikuti satu framework di tahun 2024!"  Butuh waktu 5 tahun bagi saya untuk benar-benar secara 'kaffah' mengikuti mazhab formula (framework bisnis pemula) yang digagas Mas J.  Saya kasih tanda petik pada kata kaffah, bukan berarti saya setengah-setengah mengikuti Formula, saya bahkan tidak pernah punya mentor bisnis lain selain Mas J.  Terus kenapa 5 tahun?  "The teacher will appear when the student is ready." kata Mas J ngutip Tsung Zu.  Karena memang sayanya yang goblok, lama sekali baru paham. hehehe... Tapi ilustrasinya gini,  Saya mulai bisnis dari modal nekat aja, gak ngerti mau kemana, gak ngerti harus belajar dari mana.  Di masa bertahun-tahun itu, saya seperti berada lorong gelap labirin dengan percabangan jalan yang luar biasa banyak. Di setiap belokan banyak sekali jebaka

Berpisah dan Berpelukan




You get it from your Father,It is all he had to give.

Rumahku dikelilingi oleh pohon kelapa juga pisang. Ketika kecil, Bapak punya ritual unik ketika menanam pohon-pohon itu.

Saat menggenggam buah kelapa kering berwarna koklat dengan sebuah pucuk tunas kecil timbul di bagian atasnya, bapak akan melambaikan tangannya kepada kami, anak-anaknya, yang segera kami sambut dengan berlarian. Bapak kemudian menggali sebuah lubang seukuran bola sepak. Sambil memegang buah kelapa, ia menyuruh kami semua naik ke atas punggungnya. Kami berebutan berpegangan di leher juga bahunya. Bapak menimbun buah kelapa sambil menggoyang-goyangkan badannya, dan menyuruh kami berdoa, “Semoga buahnya banyak dan bergelantungan seperti kalian di punggung Bapak.” Kami susah payah mengikuti kalimatnya karena harus berpegangan erat. Sambil tersenyum saat menurunkan kami satu persatu, Bapak mengatakan, “Karena kalian tidak jatuh, maka nanti, buahnya juga tidak akan gugur diterjang angin.”

Setelah itu Bapak menggandeng tangan kami mendekati pohon pisang. “Kalau pisangnya ingin besar, ia harus dipisah dari induknya.” Setelah itu bapak mengambil linggis dan mencabut anak-anak pisang. Ia hanya menyisakan dua tunas yang masih kecil bersama dengan induknya. Kemudian ia membuatkan lubang lain dan menyuruh kami menanamnya. “Bapak, kan kasihan pisangnya dipisah dari Ibunya?” tanya adik perempuanku. Bapak hanya tersenyum, “Kalau tidak dipisah, makanan si Ibu pisang habis untuk anaknya, dan dia tidak bisa berbuah.” Sambil mencolek pipi adikku, Bapak bilang, “Pisang kecil yang kamu tanam jauh dari ibunya tadi, akan jadi pisang besar. Tugasmu menjaganya!”

Belasan tahun dari ritual itu, sampai hari ini aku masih belajar dari kelapa dan juga pisang. Bukan hanya sebagai pohon pertama dan kedua yang bisa aku gambar, namun jauh dari itu, pohon kelapa mengajarkan aku untuk tetap berpelukan bersama keluarga, sekeras apapun angin juga badai menerpa. Kebersamaan dalam bertumbuh adalah sebuah keharusan dalam membangun fondasi kuat sebuah manusia. Bersama keluarga kepedihan seperih apapun, juga tantangan seberat apapun, pasti bisa dilalui. Karena sejatinya, pohon terkuat ada karena gelombang angin juga air tak mampu melibasnya. Seperti sebuah pepatah tua, “Bad weather makes good timber”. Cuaca buruk menyisakan kayu-kayu kokoh. Dengan berpegangan serta berpelukan bersama keluarga, seburuk apapun cuaca, ia akan berakhir dan kita pasti masih bertahan.

Dan ada saatnya, seorang anak harus berpisah dari orang tuanya. Pisang mengajarkan hal itu. Berpisah secara fisik tapi berpelukan dalam hati. Anak yang sudah ditempa keluarga yang penuh kasih sayang, harus menyebarkan kekuatan kasih sayangnya keluar. Ia harus keluar dari rumahnya. Karena sejatinya kebaikan yang hanya berkumpul di satu titik, sedang mengalami sebuah kemunduran, paling tidak stagnasi.  Kebaikan yang kecil tapi berada di titik yang banyak, ia lebih berpotensi menjadi besar.

Mari kita tetap berpelukan dan berpisah untuk terus menyebarkan kebaikan di seluruh permukaan bumi ini.

Klaten, 12/07/2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memaknai Ulang Framework Bisnis

  Selesai acara Gadaipreuner Lombok 2024 kemarin, saya sambil nyetirin Mas J sempat ngungkapin;  "Saya yang ngikutin Mas J dari 2019 pun, baru benar-benar memahami pentingnya mengikuti satu framework di tahun 2024!"  Butuh waktu 5 tahun bagi saya untuk benar-benar secara 'kaffah' mengikuti mazhab formula (framework bisnis pemula) yang digagas Mas J.  Saya kasih tanda petik pada kata kaffah, bukan berarti saya setengah-setengah mengikuti Formula, saya bahkan tidak pernah punya mentor bisnis lain selain Mas J.  Terus kenapa 5 tahun?  "The teacher will appear when the student is ready." kata Mas J ngutip Tsung Zu.  Karena memang sayanya yang goblok, lama sekali baru paham. hehehe... Tapi ilustrasinya gini,  Saya mulai bisnis dari modal nekat aja, gak ngerti mau kemana, gak ngerti harus belajar dari mana.  Di masa bertahun-tahun itu, saya seperti berada lorong gelap labirin dengan percabangan jalan yang luar biasa banyak. Di setiap belokan banyak sekali jebaka

Penguin

—untuk Malamku Ini takdir, bukan keberuntungan. Aku membuka lembaran masa lalu. Menelisik di sudut-sudut catatan, di bagian mana perasaan ini pernah tumbuh. Kutemukan waktu seperti garis zigzag yang kadang naik, membawaku pada pertemuan bersama seseorang. Kemudian garis itu turun, membentangkan lembah perpisahan. Tersisa hanya memori juga kenangan. Pernah aku semangat berangkat sekolah karena merindukan pertemuan. Seperti pemuda tanggung lainnya, aku pernah menuliskan dua buah nama dengan tanda “&” di tengah-tengahnya. Namun kau tahu, keberanianku hanya sebatas itu. Ada tunas malu yang semakin hari semakin besar tumbuh dalam diri. Dan hanya malam tempatku bercerita. Sampai akhirnya seseorang itu pergi aku juga pergi. Di tempat-tempat baru aku bertemu wajah-wajah. Sebagian mereka hadir menyapa hati, menghangatkan sesaat kemudian pergi berjalan di belakang waktu. Mulutku yang diam mematikannya perlahan, hingga ia hanya lewat. Menyisakan sisa-sisa ingatan. A

Langit

Perhatikan alam sebagai wakil kesempurnaan. Seorang guru pernah bercerita bahwa nyanyian kehidupan serupa langit. Ada saatnya terang benderang cerah bercahaya. Ada kalanya kelam, titutupi awan gelap. Di waktu lain, langit ditutup awan putih. Namun awan gelap tidak merubah langit jadi hitam. Awan putih tak membuat langit jadi putih. Apapun yang terjadi, langit tetap biru. Bergiliran dualitas kehidupan terus hinggap di diri-diri kita. Sedih-bahagia, susah-senang, lemah-kuat, sakit-sehat. Seumpama siang-malam yang terus berputar. Merujuk kepada langit, ketika bahagia datang, seumpama gumpalan awan putih melenggang di cerahnya matahari, membawa keteduhan, membawa kesejukan. Namun seperti sewaktu awan kelam datang, kesedihan juga menjadi bagian tak terelakkan. Ia pasti tetap akan datang. Mengelak dari dualitas itu, sama halnya melukis samudera tanpa gelombang. Ujian berupa gelombang akan terus berdatangan silih berganti. Terus-menerus. Akan tetapi ada satu hal yang harus k