Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari 29, 2012

Memaknai Ulang Framework Bisnis

  Selesai acara Gadaipreuner Lombok 2024 kemarin, saya sambil nyetirin Mas J sempat ngungkapin;  "Saya yang ngikutin Mas J dari 2019 pun, baru benar-benar memahami pentingnya mengikuti satu framework di tahun 2024!"  Butuh waktu 5 tahun bagi saya untuk benar-benar secara 'kaffah' mengikuti mazhab formula (framework bisnis pemula) yang digagas Mas J.  Saya kasih tanda petik pada kata kaffah, bukan berarti saya setengah-setengah mengikuti Formula, saya bahkan tidak pernah punya mentor bisnis lain selain Mas J.  Terus kenapa 5 tahun?  "The teacher will appear when the student is ready." kata Mas J ngutip Tsung Zu.  Karena memang sayanya yang goblok, lama sekali baru paham. hehehe... Tapi ilustrasinya gini,  Saya mulai bisnis dari modal nekat aja, gak ngerti mau kemana, gak ngerti harus belajar dari mana.  Di masa bertahun-tahun itu, saya seperti berada lorong gelap labirin dengan percabangan jalan yang luar biasa banyak. Di setiap belokan banyak sekali jebaka

Mimpi

Impian membuatmu bersemangat. Ia seperti bahan bakar yang membuatmu terus bergerak. Pemantik yang membakarmu ketika kau redup. “Aku ingin jadi pilot,” kalimat itu sangat lumrah keluar dari mulut kita waktu masih kanak-kanak. Kita bisa menjadi apa saja, setiap sesuatu yang mencengangkan kita, membuat kita bergairah adalah impian kita. Superman, Spiderman, juga bahkan Hulk. Namun, umur mulai mengikis mimpi-mimpi kita. Semakin besar badan kita, imajinasi kita menyempit, terkungkung dalam ruangan-ruangan kelas, nilai-nilai ujian, juga angka-angka dalam raport. Tokoh-tokoh super telah kembali ke sarangnya lagi, berubah bentuk menjadi komik—tv—playstation—rokok—bola—wanita. Selingan di kala angka-angka nilai diri kita—di kertas ujian—sedang rendah. Pun ketika kita telah menjadi [dewa]sa. Pemegang kendali seutuhnya tampu perjalanan hidup kita. Kita terhenti pada label yang ditempelkan oleh orangtua, masyarakat, perusahaan, dan orang lain—di jidat kita. Setelah itu, “Aku sud

Gelisah

Gelisah entah kenapa selalu identik dengan gelap--malam--petang--bayang-bayang--kuburan. Telah dua malam mimpi itu kembali datang. Muncul dengan setting berbeda, alur berbeda tapi tetap dengan ending yang sama--putik air mata menyembul di keheningan malam, merekah menjadi isak yang tertahan. Setiap kali aku merebahkan badan dan mematikan lampu. Kelebat bayang-bayang itu selalu muncul, seperti bintang jatuh yang melewati jendela kamar, begitu cepat begitu jauh. Tapi ia menyisakan gelisah dalam relung-relung jiwa. Layaknya petang yang mulai menyelimuti bumi, pelan dan merambat menaburkan kegelapan. Aku menutup mata mengharap kegelapan yang menentramkan, tapi kegelisahan yang merambat selalu memantik ketukan-ketukan tanpa suara, menyentakku dari dan menuju gelap--terang--petang--bayang--juga kuburan. Rasa lelah telah berubah menjadi bulir-bulir keringat yang tumbuh seperti jamur di musim hujan. Sampai akhirnya aku terjatuh juga--dalam lelap yang melelahkan. Kegelisahan telah