Langsung ke konten utama

Memaknai Ulang Framework Bisnis

  Selesai acara Gadaipreuner Lombok 2024 kemarin, saya sambil nyetirin Mas J sempat ngungkapin;  "Saya yang ngikutin Mas J dari 2019 pun, baru benar-benar memahami pentingnya mengikuti satu framework di tahun 2024!"  Butuh waktu 5 tahun bagi saya untuk benar-benar secara 'kaffah' mengikuti mazhab formula (framework bisnis pemula) yang digagas Mas J.  Saya kasih tanda petik pada kata kaffah, bukan berarti saya setengah-setengah mengikuti Formula, saya bahkan tidak pernah punya mentor bisnis lain selain Mas J.  Terus kenapa 5 tahun?  "The teacher will appear when the student is ready." kata Mas J ngutip Tsung Zu.  Karena memang sayanya yang goblok, lama sekali baru paham. hehehe... Tapi ilustrasinya gini,  Saya mulai bisnis dari modal nekat aja, gak ngerti mau kemana, gak ngerti harus belajar dari mana.  Di masa bertahun-tahun itu, saya seperti berada lorong gelap labirin dengan percabangan jalan yang luar biasa banyak. Di setiap belokan banyak sekali jebaka

Satu Peranan


Pencarian dalam kosa kata kehidupan adalah kata yang tidak pernah selesai untuk dirangkai. Ketika satu waktu kita mendapatkan sebuah kalimat yang betul-betul bagus, di lain hari, kalimat itu menjadi biasa-biasa saja, tak berkesan lagi seperti pertama kali ia hinggap di lidah kita. Ia berubah menjadi hambar, seperti permen di ujung habisnya; hanya tinggal sisa ampas tak berasa. Tinggal telan dan hilang.

Tapi memang begilah manusia berkalung kehidupan. Mencari dan terus mencari. Tak selesai dalam satu titik. Selalu muncul tanda koma, padahal sebelumnya itu adalah sebuah titik pada awalnya. Yah, selama udara hilir mudik melalui hidung dan paru-paru, selama itu pula pemahaman dan pengalaman baru mengubah lagi susunan kalimat paten yang terpatri sebelumnya. Berubah dan terkikis dengan waktu.

Saya jadi teringat syair lagu ciptaan Taufik Ismail yang dipopulerkan oleh Nike Ardila, sebalum kita lanjutkan pembicaraan kita, maukah engkau menyanyi bersamaku?
Dunia ini Panggung Sandiwara
Ceritanya Mudah Berubah
Kisah Mahabrata Atau Tragedi Dari Yunani
Bukan hanya dunia ini saja, sepertinya cerita kita juga berubah setiap harinya. Pagi sedih, siang bahagia. Pagi sedih malam sedih lagi. Kalau demikian, sepertinya kita juga harus bertanya, perubahan cerita kita terjadi begitu saja, karena diri kita atau mungkin karena pengaruh luar diri kita yang sedemikian hebat membolak-balikkan kepribadian kita tanpa kita sadari bahwa mereka telah melakukannya pada diri kita.

Layaknya penontot sebuah opera, saat adegan mulai menunjukkan kemewekannya, mata kita tergenang dengan kecengengannya. Atau ketika muka salah satu pemeran menjadi merah, muka kita juga ikut menjadi arang. Cobalah sesekali lihat nenek-nenek di desa-desa yang begiitu antusias dan sangat antusias menanti kehadiran sinetron kesayangan mereka, Cinta Fitri. Luar biasa! Mereka yang sudah tua renta ditemani dengan listrik yang kadang-kadang mati mendadak, berteriak memaki aktor dan aktris yang berperan menjadi musuh si Fitri. Dan, mereka juga ikut menangis ketika Fitri tertimpa masalah untuk putaran yang keseribu kalinya.
Peran Yang Kocak Bikin Kita Terbahak-bahak
Peran Bercinta Bikin Orang Mabuk Kepayang
Dunia ini Penuh Peranan
Dunia ini Bagaikan Jembatan Kehidupan
Mengapa Kita Ber
Sandiwara? Mengapa Kita BerSandiwara?
Mengapa kita bersandiwara? apa yang sedang kita jalani sebenarnya? Atau pertanyaan sebenarnya adalah siapa diri kita sebenarnya dan kemana sebenarnya cerita kita berakhir; happy ending atau sad ending. Atau malah berakhir pada cerita yang tak pernah selesai layaknya sinerton dengan episode ke-899 season ke-11, yang belum tentu punya akhir.
 Setiap Kita Dapat Satu Peranan
Yang Harus Kita Mainkan
Ada Peran Wajar dan Ada Peran Berpura-pura
Inilah saatnya kita mengambil satu peranan. Satu peranan yang menjadi sandaran aliran hidup kita. Sehingga nanti ketika pada akhir cerita, kita akan tahu bahwa hidup kita ini berakhir dengan kebahagiaan. Sandaran peranan itu haruslah benar-benar kokoh, hingga apapun peranan yang kita mainkan dalam panggung ini, peran itu mendapatkan apresiasi tertinggi. Peran pengganti pun ketika totalitas dengan perannya, ia juga akan mendapatkan piala citra dengan kategori pemeran pengganti terbaik, begitu bukan?. Kalau pun ada di antara kita yang mengambil peran antagonis, maka itu adalah pilihan dia, dia haruslah terlebih dulu tahu bahwa pilihan itu akan mendapatkan kepedihan di akhir cerita. Apalagi dengan kita yang ingin mengambil peranan protagonis.

Pertanyaan berikutnya, siapakah sandaran yang paling kokoh? Tentu saja dalam panggung sandiwara dunia ini, Allah adalah sutradara terbaik, yang tidak perlu lagi dimasukkan dalam nominasi sutradara terbaik, karena Dialah satu-satunya sutradara. Mengakhiri tulisan ini, mari kita nyanyikan sekali lagi, untuk mengenang Nike Ardilla yang sudah menemukan akhir ceritanya sendiri, dan untuk kita yang sedang mencari satu peranan terbaik; Dunia ini Panggung Sandiwara / Ceritanya Mudah Berubah / Kisah Mahabrata Atau Tragedi Dari Yunani / Mengapa Kita BerSandiwara? Mengapa Kita BerSandiwara?

Komentar

  1. wow, kritik yang tajam,, *saya setuju benar dgn masalah cinta fitri yang berseason2 itu, tapi saya bukan nenek di desa, walaupun saya kadang2 suka pantengin tivi ngeliat Mischa*
    hehe.. salam kenal

    BalasHapus
  2. terimakasih agito, komennya. salam kenal juga.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memaknai Ulang Framework Bisnis

  Selesai acara Gadaipreuner Lombok 2024 kemarin, saya sambil nyetirin Mas J sempat ngungkapin;  "Saya yang ngikutin Mas J dari 2019 pun, baru benar-benar memahami pentingnya mengikuti satu framework di tahun 2024!"  Butuh waktu 5 tahun bagi saya untuk benar-benar secara 'kaffah' mengikuti mazhab formula (framework bisnis pemula) yang digagas Mas J.  Saya kasih tanda petik pada kata kaffah, bukan berarti saya setengah-setengah mengikuti Formula, saya bahkan tidak pernah punya mentor bisnis lain selain Mas J.  Terus kenapa 5 tahun?  "The teacher will appear when the student is ready." kata Mas J ngutip Tsung Zu.  Karena memang sayanya yang goblok, lama sekali baru paham. hehehe... Tapi ilustrasinya gini,  Saya mulai bisnis dari modal nekat aja, gak ngerti mau kemana, gak ngerti harus belajar dari mana.  Di masa bertahun-tahun itu, saya seperti berada lorong gelap labirin dengan percabangan jalan yang luar biasa banyak. Di setiap belokan banyak sekali jebaka

Penguin

—untuk Malamku Ini takdir, bukan keberuntungan. Aku membuka lembaran masa lalu. Menelisik di sudut-sudut catatan, di bagian mana perasaan ini pernah tumbuh. Kutemukan waktu seperti garis zigzag yang kadang naik, membawaku pada pertemuan bersama seseorang. Kemudian garis itu turun, membentangkan lembah perpisahan. Tersisa hanya memori juga kenangan. Pernah aku semangat berangkat sekolah karena merindukan pertemuan. Seperti pemuda tanggung lainnya, aku pernah menuliskan dua buah nama dengan tanda “&” di tengah-tengahnya. Namun kau tahu, keberanianku hanya sebatas itu. Ada tunas malu yang semakin hari semakin besar tumbuh dalam diri. Dan hanya malam tempatku bercerita. Sampai akhirnya seseorang itu pergi aku juga pergi. Di tempat-tempat baru aku bertemu wajah-wajah. Sebagian mereka hadir menyapa hati, menghangatkan sesaat kemudian pergi berjalan di belakang waktu. Mulutku yang diam mematikannya perlahan, hingga ia hanya lewat. Menyisakan sisa-sisa ingatan. A

Langit

Perhatikan alam sebagai wakil kesempurnaan. Seorang guru pernah bercerita bahwa nyanyian kehidupan serupa langit. Ada saatnya terang benderang cerah bercahaya. Ada kalanya kelam, titutupi awan gelap. Di waktu lain, langit ditutup awan putih. Namun awan gelap tidak merubah langit jadi hitam. Awan putih tak membuat langit jadi putih. Apapun yang terjadi, langit tetap biru. Bergiliran dualitas kehidupan terus hinggap di diri-diri kita. Sedih-bahagia, susah-senang, lemah-kuat, sakit-sehat. Seumpama siang-malam yang terus berputar. Merujuk kepada langit, ketika bahagia datang, seumpama gumpalan awan putih melenggang di cerahnya matahari, membawa keteduhan, membawa kesejukan. Namun seperti sewaktu awan kelam datang, kesedihan juga menjadi bagian tak terelakkan. Ia pasti tetap akan datang. Mengelak dari dualitas itu, sama halnya melukis samudera tanpa gelombang. Ujian berupa gelombang akan terus berdatangan silih berganti. Terus-menerus. Akan tetapi ada satu hal yang harus k