Langsung ke konten utama

Memaknai Ulang Framework Bisnis

  Selesai acara Gadaipreuner Lombok 2024 kemarin, saya sambil nyetirin Mas J sempat ngungkapin;  "Saya yang ngikutin Mas J dari 2019 pun, baru benar-benar memahami pentingnya mengikuti satu framework di tahun 2024!"  Butuh waktu 5 tahun bagi saya untuk benar-benar secara 'kaffah' mengikuti mazhab formula (framework bisnis pemula) yang digagas Mas J.  Saya kasih tanda petik pada kata kaffah, bukan berarti saya setengah-setengah mengikuti Formula, saya bahkan tidak pernah punya mentor bisnis lain selain Mas J.  Terus kenapa 5 tahun?  "The teacher will appear when the student is ready." kata Mas J ngutip Tsung Zu.  Karena memang sayanya yang goblok, lama sekali baru paham. hehehe... Tapi ilustrasinya gini,  Saya mulai bisnis dari modal nekat aja, gak ngerti mau kemana, gak ngerti harus belajar dari mana.  Di masa bertahun-tahun itu, saya seperti berada lorong gelap labirin dengan percabangan jalan yang luar biasa banyak. Di setiap belokan banyak sekali jebaka

Kemuliaan




Selalu menyejukkan, mungkin kalimat itu bisa mewakili setiap kemuliaan. Seperti halnya perjalanan ikhtiar saya siang ini. Ah, menyejukkan, menenangkan dan bagi yang memiliki kemurnian hati akan menguapkan air mata kejernihan.

Siang ini, roda bis terus saja berdenyit seolah berontak menggilas aspal. Seolah enggan berputar, mengikis kulitnya terus menerus. Aku berada di deretan belakang. Di samping seorang kakek sibuk mendekap tas bawaannya. “Ke Wates, mas?” tanyanya. Aku mencondongkan kepala, memperhatikan pertanyaannya dan kemudian menganggukkan kepala—mengiyakan. Di sebelah kiri saya, seorang pemuda yang lebih asik dengan pemandangan di luar bis.

Kemudian bis berhenti. Kenek turun dan dari tangga, naiklah anak laki-laki, disusul anak perempuan; lebih besar, pastilah kakaknya pikirku. Dan menyusul kedua orang tua mereka. Subhanallah, dua-duanya buta.
Seketika seorang yang duduk di deretan paling belakang memberikan tempat duduknya, menuntun sang ibu untuk duduk. Di kursi yang lain, seorang ibu-ibu tergerak berdiri dan memberikan tempat duduknya untuk sang Bapak. Anak mereka lebih memilih asyik berdiri di bagian lapang bis, di depan ibu mereka. Mereka sehat-sehat, lucu-lucu, aktif-aktif, dan juga lincah. Setiap hal yang baru yang mereka lihat melalui jendela bis, mereka ceritakan kepada orang tua mereka. “Ada gambar manuk Bu, di tembok” kata si bungsu. Mereka menjadi mata dan cahaya bagi kedua orang tuanya.

Lebih asyik lagi melihat ketika si bapak berbisik kepada anak lelakinya. Sebuah bisikan yang saya tahu bahwa itu adalah menyuruh anaknya untuk menanyakan ongkos kepada si kenek, karena setelah itu si anak segera mendekati Bapak kenek. Dengan lembut si bapak kenek, mengibaskan tangannya, sambil tersenyum. Dan saya bisa membaca dari mulutnya, ia mengatakan, “Tidak usah!.”

Ah, itulah kemuliaan. Selalu menyejukkan menemukannya dalam diri orang lain yang terpancar tulus. Diiringi senyum dan sikap perhatian tak mengharap balasan.

Sepertinya alam juga mengerti fenomena kemuliaan yang aku temukan siang ini. Awan berubah menjadi teduh, hawa panas berganti menjadi sejuk, dan matahari mulai berselimut. “Bu, hujan!.” Kata si bungsu. Gerimis membasahi aspal, menguapkan hawa panas ke udara. Ritmik air hujan, melukis aliran-aliran kecil di kaca jendela bis yang melaju normal. Bersama bau hujan, udara kesejukan telah menjalar dan bermuara di hati manusia yang merindukan dan memberikan kemuliaan.

12/02/2012
*Gambar diambil dari sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memaknai Ulang Framework Bisnis

  Selesai acara Gadaipreuner Lombok 2024 kemarin, saya sambil nyetirin Mas J sempat ngungkapin;  "Saya yang ngikutin Mas J dari 2019 pun, baru benar-benar memahami pentingnya mengikuti satu framework di tahun 2024!"  Butuh waktu 5 tahun bagi saya untuk benar-benar secara 'kaffah' mengikuti mazhab formula (framework bisnis pemula) yang digagas Mas J.  Saya kasih tanda petik pada kata kaffah, bukan berarti saya setengah-setengah mengikuti Formula, saya bahkan tidak pernah punya mentor bisnis lain selain Mas J.  Terus kenapa 5 tahun?  "The teacher will appear when the student is ready." kata Mas J ngutip Tsung Zu.  Karena memang sayanya yang goblok, lama sekali baru paham. hehehe... Tapi ilustrasinya gini,  Saya mulai bisnis dari modal nekat aja, gak ngerti mau kemana, gak ngerti harus belajar dari mana.  Di masa bertahun-tahun itu, saya seperti berada lorong gelap labirin dengan percabangan jalan yang luar biasa banyak. Di setiap belokan banyak sekali jebaka

Penguin

—untuk Malamku Ini takdir, bukan keberuntungan. Aku membuka lembaran masa lalu. Menelisik di sudut-sudut catatan, di bagian mana perasaan ini pernah tumbuh. Kutemukan waktu seperti garis zigzag yang kadang naik, membawaku pada pertemuan bersama seseorang. Kemudian garis itu turun, membentangkan lembah perpisahan. Tersisa hanya memori juga kenangan. Pernah aku semangat berangkat sekolah karena merindukan pertemuan. Seperti pemuda tanggung lainnya, aku pernah menuliskan dua buah nama dengan tanda “&” di tengah-tengahnya. Namun kau tahu, keberanianku hanya sebatas itu. Ada tunas malu yang semakin hari semakin besar tumbuh dalam diri. Dan hanya malam tempatku bercerita. Sampai akhirnya seseorang itu pergi aku juga pergi. Di tempat-tempat baru aku bertemu wajah-wajah. Sebagian mereka hadir menyapa hati, menghangatkan sesaat kemudian pergi berjalan di belakang waktu. Mulutku yang diam mematikannya perlahan, hingga ia hanya lewat. Menyisakan sisa-sisa ingatan. A

Langit

Perhatikan alam sebagai wakil kesempurnaan. Seorang guru pernah bercerita bahwa nyanyian kehidupan serupa langit. Ada saatnya terang benderang cerah bercahaya. Ada kalanya kelam, titutupi awan gelap. Di waktu lain, langit ditutup awan putih. Namun awan gelap tidak merubah langit jadi hitam. Awan putih tak membuat langit jadi putih. Apapun yang terjadi, langit tetap biru. Bergiliran dualitas kehidupan terus hinggap di diri-diri kita. Sedih-bahagia, susah-senang, lemah-kuat, sakit-sehat. Seumpama siang-malam yang terus berputar. Merujuk kepada langit, ketika bahagia datang, seumpama gumpalan awan putih melenggang di cerahnya matahari, membawa keteduhan, membawa kesejukan. Namun seperti sewaktu awan kelam datang, kesedihan juga menjadi bagian tak terelakkan. Ia pasti tetap akan datang. Mengelak dari dualitas itu, sama halnya melukis samudera tanpa gelombang. Ujian berupa gelombang akan terus berdatangan silih berganti. Terus-menerus. Akan tetapi ada satu hal yang harus k