Langsung ke konten utama

Memaknai Ulang Framework Bisnis

  Selesai acara Gadaipreuner Lombok 2024 kemarin, saya sambil nyetirin Mas J sempat ngungkapin;  "Saya yang ngikutin Mas J dari 2019 pun, baru benar-benar memahami pentingnya mengikuti satu framework di tahun 2024!"  Butuh waktu 5 tahun bagi saya untuk benar-benar secara 'kaffah' mengikuti mazhab formula (framework bisnis pemula) yang digagas Mas J.  Saya kasih tanda petik pada kata kaffah, bukan berarti saya setengah-setengah mengikuti Formula, saya bahkan tidak pernah punya mentor bisnis lain selain Mas J.  Terus kenapa 5 tahun?  "The teacher will appear when the student is ready." kata Mas J ngutip Tsung Zu.  Karena memang sayanya yang goblok, lama sekali baru paham. hehehe... Tapi ilustrasinya gini,  Saya mulai bisnis dari modal nekat aja, gak ngerti mau kemana, gak ngerti harus belajar dari mana.  Di masa bertahun-tahun itu, saya seperti berada lorong gelap labirin dengan percabangan jalan yang luar biasa banyak. Di setiap belokan banyak sekali jebaka

simpul gelap


Pernahkah engkau tidur tengkurap, dada beralaskan bantal dan kepalamu miring ke kiri. Dalam keheningan pergantian tanggal, matamu terus saja terjaga, bertemankan dengan segala keheningan yang tak juga membuatmu tenang.

Detik jam seperti krek pohon patah yang berulang dan terus berulang, tak pernah mau berhenti. Bahkan, detak jantungmu sendiri serperti dentuman yang terus menggedor gendang telingamu. Menyentak dan mengejutkan urat syarafmu ketika ia mulai lelah. Seketika itu matamu kembali menganga, memandang gelap yang tak pernah tidur.

Mungkin, itu yang kau namakan gelisah.

Banyak cerita yang bilang kalau bukan badanmu yang lelah tapi jiwamu yang sedang galau. Hingga itu tak bisa memanipulasi malam, tetap saja ia resah dan tetap terjaga tak peduli apakah jangkrik sudah serak melengkingkan suara, atau malam semakin dingin mengendus subuh.

Saat itulah kepalamu bermain-main dengan simpul-simpulnya. Simpul yang kadang tak mengenal ujung ataupun juga pangkal, hanyalah gulungan yang semakin kacau dan membengkak. Mungkin, itulah yang kau namakan [ke]simpul[an] tak bertu[h]an.

Selalu ada dua realitas yang berkelebat di tiap kilasan kedip dan juga letupan setrum otakmu. Dan dua hal itu adalah pertarungan seumur hidup di perut ibu bumi ini, kau sudah tahu itu. Antara bertu[h]an atau tak bertu[h]an. 

Kalau kau memang sedang bertuan saat ini, kau akan nyenyak. Karena tuanmulah yang bertugas berpikir bukan kau. Tapi kenyataannya, saat ini kau memang sedang tak bertuan. Seorang budak sudah punya jadual harian pekerjaan yang tidak akan membutuhkan banyaknya otak. Ia tidak akan pusing dengan apa yang akan membuatnya hidup. Cukup dengan melaksanakan perintah, maka datanglah kehidupan. 

Kau saat ini memang tak bertuan, sehingga kau mengambil peran tuan. Mungkin itulah yang kau bisa namakan, mencoba jadi tuan. Kau tahu apa akibatnya bila mencoba jadi tuan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memaknai Ulang Framework Bisnis

  Selesai acara Gadaipreuner Lombok 2024 kemarin, saya sambil nyetirin Mas J sempat ngungkapin;  "Saya yang ngikutin Mas J dari 2019 pun, baru benar-benar memahami pentingnya mengikuti satu framework di tahun 2024!"  Butuh waktu 5 tahun bagi saya untuk benar-benar secara 'kaffah' mengikuti mazhab formula (framework bisnis pemula) yang digagas Mas J.  Saya kasih tanda petik pada kata kaffah, bukan berarti saya setengah-setengah mengikuti Formula, saya bahkan tidak pernah punya mentor bisnis lain selain Mas J.  Terus kenapa 5 tahun?  "The teacher will appear when the student is ready." kata Mas J ngutip Tsung Zu.  Karena memang sayanya yang goblok, lama sekali baru paham. hehehe... Tapi ilustrasinya gini,  Saya mulai bisnis dari modal nekat aja, gak ngerti mau kemana, gak ngerti harus belajar dari mana.  Di masa bertahun-tahun itu, saya seperti berada lorong gelap labirin dengan percabangan jalan yang luar biasa banyak. Di setiap belokan banyak sekali jebaka

Penguin

—untuk Malamku Ini takdir, bukan keberuntungan. Aku membuka lembaran masa lalu. Menelisik di sudut-sudut catatan, di bagian mana perasaan ini pernah tumbuh. Kutemukan waktu seperti garis zigzag yang kadang naik, membawaku pada pertemuan bersama seseorang. Kemudian garis itu turun, membentangkan lembah perpisahan. Tersisa hanya memori juga kenangan. Pernah aku semangat berangkat sekolah karena merindukan pertemuan. Seperti pemuda tanggung lainnya, aku pernah menuliskan dua buah nama dengan tanda “&” di tengah-tengahnya. Namun kau tahu, keberanianku hanya sebatas itu. Ada tunas malu yang semakin hari semakin besar tumbuh dalam diri. Dan hanya malam tempatku bercerita. Sampai akhirnya seseorang itu pergi aku juga pergi. Di tempat-tempat baru aku bertemu wajah-wajah. Sebagian mereka hadir menyapa hati, menghangatkan sesaat kemudian pergi berjalan di belakang waktu. Mulutku yang diam mematikannya perlahan, hingga ia hanya lewat. Menyisakan sisa-sisa ingatan. A

Langit

Perhatikan alam sebagai wakil kesempurnaan. Seorang guru pernah bercerita bahwa nyanyian kehidupan serupa langit. Ada saatnya terang benderang cerah bercahaya. Ada kalanya kelam, titutupi awan gelap. Di waktu lain, langit ditutup awan putih. Namun awan gelap tidak merubah langit jadi hitam. Awan putih tak membuat langit jadi putih. Apapun yang terjadi, langit tetap biru. Bergiliran dualitas kehidupan terus hinggap di diri-diri kita. Sedih-bahagia, susah-senang, lemah-kuat, sakit-sehat. Seumpama siang-malam yang terus berputar. Merujuk kepada langit, ketika bahagia datang, seumpama gumpalan awan putih melenggang di cerahnya matahari, membawa keteduhan, membawa kesejukan. Namun seperti sewaktu awan kelam datang, kesedihan juga menjadi bagian tak terelakkan. Ia pasti tetap akan datang. Mengelak dari dualitas itu, sama halnya melukis samudera tanpa gelombang. Ujian berupa gelombang akan terus berdatangan silih berganti. Terus-menerus. Akan tetapi ada satu hal yang harus k